Rizal Ramli: Sistem Token Pulsa PLN Kejam Sekali Ibarat Mafia
Rizal Ramli kembali membuat gebrakan, kali ini dia mengkritik sistem token pulsa PLN yang menurutnya sangat merugikan masyarakat utamanya masyarakat kelas menengah kebawah. Rizal meminta agar penerapan sistem token pulsa listrik dikaji ulang karena ketersediaan yang minim dan mahalnya biaya administrasi.
Menurut menko bidang kemaritiman, ada praktik mafia dalam bisnis pulsa listrik prabayar yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Karena ada pemotongan sekitar 27%
dari jumlah yang dibayarkan konsumen. "Mereka (masyarakat) membayar 100 ribu untuk membeli pulsa listrik, tapi dapatnya hanya 73 ribu. Itu kan kejam sekali, 27% disedot oleh provider yang kalau boleh dibilang setengah mafia. Untungnya besar sekali," menurut Rizal Ramli saat ditemui seusai menghadiri rapat koordinasi kelistrikan di kantornya.
Masih menurut Rizal, ini karena adanya praktik monopoli yang dilakukan PLN sejak dahulu terkait harga listrik. "Di zaman dulu sampai sekarang rakyat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang main monopoli di PLN di masa lalu. Itu kejam sekali karena ada keluarga-keluarga yang anaknya masih belajar jam 8 malam pulsanya habis tidak semudah mencari pulsa telepon, mencarinya susah," kata Rizal.
Rizal juga meminta agar dikemudian hari biaya administrasi harus dipangkas sehingga maksimal hanya 5 ribu saja agar tidak memberatkan rakyat. "Kami minta, pertama tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp 100 ribu, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp 5.000 sehingga dia membayar listrik Rp 95 ribu. Kami mohon ini segera dilakukan," imbuhnya.
Saat dimintai keterangan terkait hal ini, Dirut PLN Sofyan Basir menyatakan akan mengkaji ulang sistem pembelian token pulsa listrik dengan kementrian ESDM.
Rizal Ramli |
Menurut menko bidang kemaritiman, ada praktik mafia dalam bisnis pulsa listrik prabayar yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Karena ada pemotongan sekitar 27%
dari jumlah yang dibayarkan konsumen. "Mereka (masyarakat) membayar 100 ribu untuk membeli pulsa listrik, tapi dapatnya hanya 73 ribu. Itu kan kejam sekali, 27% disedot oleh provider yang kalau boleh dibilang setengah mafia. Untungnya besar sekali," menurut Rizal Ramli saat ditemui seusai menghadiri rapat koordinasi kelistrikan di kantornya.
Masih menurut Rizal, ini karena adanya praktik monopoli yang dilakukan PLN sejak dahulu terkait harga listrik. "Di zaman dulu sampai sekarang rakyat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang main monopoli di PLN di masa lalu. Itu kejam sekali karena ada keluarga-keluarga yang anaknya masih belajar jam 8 malam pulsanya habis tidak semudah mencari pulsa telepon, mencarinya susah," kata Rizal.
Rizal juga meminta agar dikemudian hari biaya administrasi harus dipangkas sehingga maksimal hanya 5 ribu saja agar tidak memberatkan rakyat. "Kami minta, pertama tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp 100 ribu, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp 5.000 sehingga dia membayar listrik Rp 95 ribu. Kami mohon ini segera dilakukan," imbuhnya.
Saat dimintai keterangan terkait hal ini, Dirut PLN Sofyan Basir menyatakan akan mengkaji ulang sistem pembelian token pulsa listrik dengan kementrian ESDM.